CERDAS ISTIMEWA ADALAH POTENSI BAWAAN
Beberapa waktu lalu, kita sering
mendengar bahwa semua anak pada dasarnya adalah anak cerdas. Sebetulnya slogan
ini sangat keliru, sebab tidak semua anak yang dilahirkan mempunyai potensi
bawaan kecerdasan yang baik. Ada beberapa anak yang sejak lahir mengalami
gangguan perkembangan inteligensi yang parah, sehingga kelaknya ia akan lebih
banyak tergantung dari lingkungannya.
Ada juga slogan-slogan atau tawaran
pendidikan sejak dini yang menggiurkan yang dapat menjadikan anak-anak kita
akan menjadi anak yang jenius. Berbagai upaya dilakukan, misalnya memberikan
stimulasi sedini mungkin dengan berbagai cara, misalnya memberikan kartu-kartu
untuk membaca kepada bayi, mendengarkan musik klasik kepada bayi dan
sebagainya. Atau pemberian nutirisi tertentu. Apabila si anak tidak mempunyai
gen pembawa sifat yang berada di dalam kromosomnya sebagai anak penyandang
inteligensi tinggi, yang akan menjadi blue print perkembangannya, maka apapun
yang diberikan padanya, untuk menjadikannya anak jenius, hal itu semua akan
tidak bisa dicapainya.
Perkembangan kecerdasan (kognitif)
istimewa seorang anak pada dasarnya akan menjadi suatu potensi yang stabil yang
dapat terwujud dalam bentuk prestasi jika mendapatkan stimulasi yang baik dari
lingkungannya. Namun tanpa adanya potensi bawaan ini, seorang anak tidak akan
mungkin menjadi anak cerdas istimewa apalagi anak-anak jenius.
·
Prestasi
cerdas istimewa tidak dapat berkembang begitu saja
Di lapangan, kita sering pula mendengar
bahwa ada tawaran-tawaran pendidikan yang dapat menjadikan anak kita menjadi
cerdas dalam berbagai hal. Dengan pendekatan tertentu, kita ingin pula
menjadikan anak kita mempunyai bermacam-macam kecerdasan. Namun kita juga perlu
mengingat bahwa kita harus berpegang bahwa untuk menjadikan anak kita mempunyai
“bermacam kecerdasan” diperlukan adanya faktor potensi bawaan. Artinya, kita
harus melihat bagaimana nature biologis anak.
Nature biologis anak juga mempunyai
keragaman kualitas dan juga kuantitasnya. Maksudnya, setiap anak dilahirkan
dengan kondisi bawaan yang berbeda-beda. Ia mempunyai perbedaan dari satu anak
ke anak lain, baik dari segi kualitas dan kuantitas potensi yang dimilikinya.
Ada anak yang mempunyai perkembangan emosi yang sangat baik, ada yang kurang.
Ada anak yang mempunyai perkembangan motorik yang sangat baik, ada yang kurang.
Begitu juga dengan anak-anak yang mempunyai potensi cerdas istimewa ini,
sebagaimana yang dijelaskan di atas. Semuanya itu akan mewarnai berbagai
prestasi perkembangannya kelak.
Namun, adanya nature biologis ini, kita
juga tidak mungkin membiarkannya begitu saja dan mengharapkan seorang anak yang
sudah mempunyai potensi bawaan istimewa akan dapat mencapai pretasi
istimewanya, jika kita sebagai orang tua dan guru tidak turun tangan memberinya
stimulasi, nutrisi, pengasuhan dan pendidikan yang sesuai sebagaimana yang
dibutuhkan. Memberikan stimulasi terhadap tumbuh kembangnya, memberinya nutrisi
berupa kebutuhan makan yang bergizi, pengasuhan yang memberinya rasa aman
secara emosi dan sosial, serta memberinya pendidikan bagi pekembangan
kecerdasannya, disebut sebagai faktor nurture.
Artinya disini, kita harus tetap
mengingat, dalam mengasuh dan mendidik anak-anak kita tetap menggunakan rumusan
nature + nurture. Apabila dahulu di tahun 1970 di Amerika terjadi sebuah
konflik pemahaman tentang nature vs nurture dimana pemahaman kaum intelektual
maupun masyarakat terpecah menjadi dua antara nurture dan nature, kini
selayaknya konflik itu sudah harus kita tinggalkan. Kita tidak lagi mempersoalkan
bahwa prestasi seseorang hanyalah diwarnai oleh potensi bawaan (nature
biologisnya) atau pengasuhan/stimulasinya (nurture). Seharusnya debat antara
nature vs nurture ini kini kita sudahi. Kita harus mulai dengan pemahaman baru
bahwa prestasi seorang anak tidak mungkin tercapai andaikan kita tidak
memberikan stimulasi (nurturing) yang sesuai dengan kebutuhan tumbuh
kembangnya, serta potensi bawaannya (nature biologisnya).
Awalnya konflik nature vs nurture itu
terjadi di tahun 1970-an di Amerika, saat mana ada survai statistik secara
besar-besaran terhadap IQ anak muda Amerika. Hasil dari survai itu menunjukkan
bahwa anak-anak muda dari kalangan kulit hitam dan dari kelompok miskin
menunjukkan IQ yang lebih rendah daripada dari kelompok orang kulit putih dan
kelompok orang kaya. Hasil sensus ini memunculkan reaksi yang hebat dari
kalangan ilmuwan sosial, yang menghawatirkan akan terjadinya konflik
diskriminasi yang semakin hebat. Karena inteligensi rendah sering dikaitkan
dengan masalah-masalah kekerasan, narkoba, dan kriminalitas.
Pemahaman orang terhadap inteligensi
pada saat itu bahwa inteligensi merupakan suatu bentuk yang diturunkan atau
genetik (nature biologis) tanpa lagi melihat bahwa prestasi akan dipengaruhi
oleh fator lingkungan (nutrisi, stimulasi, pengasuhan, dan pendidikan). Dari
situ muncullah kelompok-kelompok yang akan berusaha menisbikan IQ sebagai
konsep pengukuran inteligensi seorang anak, dan memberikan pemahaman baru bahwa
perkembangan kecerdasan atau inteligensi seorang anak lebih tergantung dari
lingkungannya (faktor nurture). Pemahaman ini yang kemudian memunculkan
pengertian lain tentang konsep kecerdasan terutama konsep kecerdasan majemuk
(multiple intelligence) beserta berbagai turunannya seperti kecerdasan emosi
(emotional intelligence) maupun spiritual intelligence. Hingga saat ini
konsep-konsep ini masih berpegang pada pemahaman bahwa kecerdasan lebih
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kurang memperhitungkan potensi bawaan
atau genetiknya. Disamping itu munculnya konsep multiple intelligence dengan 7
atau 8 macam kecerdasan itu hingga saat ini masih belum ada alat ukurnya.
Konflik nature vs nurture ini dalam
dunia ilmu psikologi dikenal sebagai The bell curve war. Namun dari berbagai
penelitian tentang genetika, majunya teknologi pencitraan otak yang mampu
menunjukkan tentang keragaman dan keunikan anak yang dilahirkan, telah
memberikan pengertian baru kepada kita, bahwa setiap anak yang dilahirkan akan
membawa keunikannya masing-masing. Dalam bidang ilmu anak cerdas istimewa juga
diketahui bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan istimewa
seorang anak lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Hal ini diketahui dari
berbagai penelitian pada anak kembar identik yang menunjukkan bahwa kans cerdas
istimewa secara bermakna akan jauh lebih besar pada anak-anak yang kembar
identik daripada yang non-identik. Dari hasil-hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa berkecerdasan istimewa akan murni dipengaruhi oleh nature
biologisnya. Walau begitu, gen pembawa sifat yang mana yang merupakan penentu
bahwa seorang anak adalah pembawa sifat cerdas istimewa, hingga saat ini masih
belum dapat ditentukan. Hal ini disebabkan karena kecerdasan istimewa tidak
ditentukan oleh satu faktor tetapi oleh banyak faktor. Karena itu, bentuk berkecerdasan
istimewa juga mempunyai keragaman yang cukup banyak.
Sekalipun demikian, sekalipun seorang
anak akan ditentukan oleh nature biologisnya, tetap dalam perjalanannya,
lingkungan akan juga mempengaruhi perkembangan dan prestasinya. Karena itu
debat nature vs nurture ini sudah tidak sesuai lagi dengan berbagai
temuan-temuan penelitian dalam tahun-tahun terakhir ini. Namun debat nature vs
nurture ini masih sering kita temui jika kita harus berhadapan dengan masalah
dunia pendidikan dan pengasuhan. Kelompok nurture selalu mengatakan bahwa:
“Kita jangan menyia-nyiakan usia anak kita, sebab usia balita adalah usia emas
(the golden age) yang harus kita isi dengan berbagai stimulasi agar anak kita
menjadi sebagaimana apa yang kita inginkan”. “Jangan biarkan otak anak-anak
kita menjadi kosong, kita harus mengisinya dengan berbagai stimulasi yang
dibutuhkan.” Dengan adanya seruan-seruan atau ajakan seperti di atas,
menyebabkan dunia pengasuhan dan pendidikan menjadi tidak ada batasnya lagi,
terjadilah stimulasi dan memberikan materi kurikulum yang berlebihan. Apalagi
adanya anekdot bahwa selagi masa usia emas (golden age periode) otak anak
sangat plastis dan dapat diisi tanpa batas. Menyebabkan anak-anak sejak masih
bayi sudah mendapatkan stimulasi yang berlebihan, yang bisa jadi justru akan
menekan perkembangan anak secara sehat.
·
Perlu
dukungan
Apa artinya mendukung seorang anak
cerdas istimewa? Selama ini kita hanya memahami bahwa seorang anak cerdas
istimewa bisa selamat dalam berbagai situasi karena kita anggap ia adalah
seorang anak yang pandai, dan dapat beradaptasi dimanapun. Namun sesungguhnya
tidaklah demikian. Ada banyak hal yang perlu kita pahami. Tidak populernya ilmu
yang membahas anak-anak cerdas istimewa selama ini adalah karena anak cerdas
istimewa selama ini dianggap sebagai anak yang tidak mempunyai masalah. Karena
sajian pembahasan sering hanya menyajikan masalah keberbakatannya dan
akademiknya saja, tanpa pernah membicarakan masalah-masalah yang muncul akibat
faktor kuatnya yang tidak terdukung, masalah tumbuh kembangnya, dan masalah
kepribadiannya. Namun dari banyak pengalaman dan penelitian akhir-akhir ini
tentang perkembangan dan kepribadian anak-anak cerdas istimewa, memberikan
hasil yang mendorong berbagai pihak agar anak cerdas istimewa sejak balita
hingga masa pendidikannya memerlukan pengelompokan tersendiri sebagai anak yang
mempunyai resiko serta membutuhkan perhatian khusus. Ia membutuhkan dukungan
yang seksama, baik dari keluarga, pihak sekolah, berbagai profesi yang
berkaitan, dan juga dari lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar